Quarter Life Crisis
Quarter life crisis adalah periode yang dialami oleh seseorang dengan rentang usia 20-30 tahunan. Seseorang yang sedang mengalami masa ini akan merasa khawatir, bingung, dan memertanyakan kehidupannya selama ini. Sudah melakukan apa saja selama 25 tahun hidup? Sudah meraih apa saja selama hidup? Kok pencapaian teman-temanku lebih baik dari aku ya? Dst.
Setiap orang pasti memiliki rasa dan cara yang berbeda untuk menghadapi quater life crisis. Di sini, aku ingin berbagi pengalamanku saat periode ini menghampiriku. Apa saja yang aku rasakan dan bagaimana aku mengatasinya.
Saat ini, usiaku sudah menginjak 25 tahun. Aku mulai mempertanyakan apa yang sudah aku lakukan selama ini dan kenapa teman-temanku begitu beruntung dan sukses, sedangkan aku masih belum seperti mereka. Aku merasa belum melakukan yang terbaik dan sering membandingkan kehidupanku dengan orang lain. Kurang lebih inilah hal-hal yang aku rasakan selama masa quarter life crisis :
a. Belum melakukan hal terbaik selama 25 tahun hidup
Hal ini aku rasakan karena pencapaianku dalam 25 tahun ini belum ada yang wow dan patut dibanggakan. Aku selalu denail dengan pencapaianku selama ini, “ah enggak kok, itu biasa aja. Orang lain juga banyak yang lebih baik, jadi gak ada yang spesial.”
b. Membandingkan kehidupanku dengan orang lain
Ungkapan yang paling tepat adalah rumput tetangga lebih hijau. “Kok hidup dia beruntung banget ya” “andai aja aku punya privilege kaya dia” “dia sudah sukses sekarang.” Aku sering banget underestimate diriku sendiri, bahkan dalam keadaan yang belum pasti sekalipun. Merasa orang lain lebih hebat dalam segala hal, sedangkan aku masih duduk di kursi penonton untuk melihat kesuksesan mereka.
c. Insecure
Melihat kesuksesan dan kehidupan orang lain yang aku anggap lebih baik dariku, tentu saja membuatku insecure. Aku gak percaya diri dan merasa sudah sangat tertinggal dari teman-temanku. Tolak ukur keberhasilanku adalah mereka. Aku juga ingin seperti mereka!
d. Sering cemas dan khawatir
Hal-hal kecil mulai mengganggu pikiranku. Jika ada sedikit hal yang tidak sesuai dengan rencanaku, aku mulai cemas dan khawatir berlebihan. Parahnya, itu sering terjadi kepada sesuatu yang bahkan belum aku lakukan, lebih tepatnya aku terjebak di pikiran negatifku. “Jangan-jangan nanti gini..” “eh, nanti gimana ya kalau..” dst.
e. Karir, no skill
Dulu saat masih remaja dan sampai saat ini, aku memaksa diriku harus berhasil di usia 25 tahun, entah itu soal karir atau percintaan. Jujur saja saat akan menginjak usia 25 tahun, aku merasa lebih cemas dan overthinking karena pada kenyataannya di usia 25 tahun, karirku belum semulus teman-temanku. Aku merasa tidak punya skill dalam bidang apa pun.
f. Percintaan, pasangan hidup
Ada masanya aku merasa tidak pantas untuk siapa pun. Merasa tidak ada hal yang menarik atau spesial dalam diriku yang bisa disukai oleh orang lain. Karena itu, aku sangat mengidamkan pasangan yang bisa merubah mindset-ku dan meyakinkanku bahwa aku juga layak untuk dicintai dan disayangi. Sampai sejauh ini belum ada yang membuat aku klik dan memang aku sedikit membatasi untuk urusan ini.
Tentu saja perasaan yang aku sebutkan tadi harus ditangani dengan cara yang tepat. Agar kekhawatiran dan kecemasanku tidak berlarut-larut, dan tidak mengganggu aktivitas keseharianku. Beberapa hal yang biasanya aku lakukan agar hidupku tetap positif dan terus berlanjut adalah :
a. Mengurangi sosmed
Aku memutuskan untuk mengurangi berselancar di sosial media. Lebih tepatnya aku mulai mengurangi melihat story teman-temanku, dan membuka sosial media hanya untuk mencari hal-hal yang aku sukai. Cara ini sedikit ampuh! Trust me.
b. Selalu bersyukur
Aku paham betul, semua hal yang aku rasakan ini akar penyebabnya adalah karena aku kurang bersyukur. Aku akui memang sulit untuk selalu bersyukur disaat hidupku sedang jatuh. Tapi, sebisa mungkin aku melihat sekelilingku, melihat apa yang bisa aku syukuri. Bersyukur masih diberi kesempatan hidup di dunia dengan keadaan sehat dan sempurna dalam versiku, bersyukur masih bisa makan setiap hari, bersyukur masih diberi orang tua yang utuh dan sehat, bersyukur, bersyukur dan bersyukur.
c. Mendekatkan diri kepada Sang Pencipta
Aku yakin, apa yang terjadi dalam hidupku semua atas izin Allah. Jika Allah sudah mengizinkan sesuatu terjadi, berarti itu adalah hal yang terbaik untuk diriku. Aku pun juga yakin bahwa Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya. Intinya, tetap berpikir positif dan berbaik sangka kepada Allah.
Tentu saja, aku pernah mengalami di mana imanku sedang turun, merasa hidup ini kok susah banget ya, capek! Tapi disaat seperti itulah hanya Allah obat dan tempat curhat terbaik. Aku bukan tipe orang yang mudah berbagi cerita dengan orang lain. Kalaupun cerita, pasti setelah masalahku selesai atau hampir selesai.
Aku pernah merasakan di mana aku gak bisa lagi mengandalkan orang lain, dan jika aku bercerita masalahku kepada sesama makhluk, belum tentu mereka akan paham. Allah. Aku selalu berusaha mendahulukan Allah ketika aku mengalami masalah. Aku sering berpikir, “masa iya mau cerita sama orang lain, padahal aku belum cerita sama Allah.” Aku yakin, hal baik yang datang dalam hidupku semua karena Allah, dan hal buruk yang datang dalam hidupku semua karena dosa-dosaku.
Setiap orang pasti memiliki permasalahan hidup, entah itu tentang karir, percintaan, keluarga atau hal lain. Hanya bagaimana cara kita mengatasi permasalahan tersebut terkadang berbeda. Bahkan tanpa kita sadari, luka seseorang bisa menjadi obat untuk luka orang lain. Salah satu tujuanku menulis ini adalah untuk berbagi pengalaman, agar orang lain bisa mengambil pelajaran dari pengalamanku dan menghadapi permasalahan hidupnya lebih baik dari pada aku.
Kita gak pernah tahu luka apa yang disimpan oleh orang lain, sebanyak apa air mata yang dipaksa untuk tetap bersembunyi agar terlihat kuat di hadapan orang lain dan perjuangan apa saja yang telah mereka lalui hingga bisa mencapai posisinya sekarang. Jika salah, ingatkan. Jika jatuh, kuatkan. Jika berhasil, pujilah sewajarnya.
Sedang dalam fase yg sama 😢
BalasHapus